Janji Manis Reaktivasi Jalur Kereta Api: Catatan-catatan Penting dari Bandung Raya
Transport for Bandung • 28 April 2025
Beberapa waktu lalu, Pemerintah kembali menggulirkan wacana reaktivasi jalur kereta api nonaktif di Jawa Barat. Apa saja yang harus dipertimbangkan oleh para pemangku kepentingan supaya rencana ini tidak berujung janji semata.

Jembatan baja di jalur kereta api nonaktif Bandung-Ciwidey, tepatnya di Rancagoong, Pasirjambu, Ciwidey.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan, setidaknya ada lima jalur KA nonaktif di Jawa Barat yang akan direaktivasi, kelima jalur tersebut adalah:
1. Banjar-Pangandaran-Cijulang (82 km)
2. Garut-Cikajang (28,2 km)
3. Rancaekek-Tanjungsari (11,5 km)
4. Cipatat-Padalarang (16 km)
5. Bandung (Cikudapateuh)-Ciwidey (37,8 km)
Dari kelima jalur KA tersebut, tiga di antaranya berada di wilayah Bandung Raya, yaitu Rancaekek-Tanjungsari, Cipatat-Padalarang, dan Bandung-Ciwidey. Proyek reaktivasi ini tentu akan sangat berpengaruh pada mobilitas di Bandung Raya. Dana sebesar 20 triliun rupiah disebut-sebut akan digelontorkan untuk program ini.
Apakah ini realistis? Apa saja catatan penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah? Berikut beberapa catatan penting dari kami:
Seperti apa target pemerintah?
Panjang total lima jalur yang akan direaktivasi adalah 175,5 km. Jika reaktivasi ditargetkan selesai dalam satu periode kepemimpinan (5 tahun), maka pemerintah Provinsi Jawa Barat harus menyelesaikan reaktivasi 35,1 km jalur KA per tahun. Nyatanya, periode kepemimpinan sudah berjalan beberapa bulan dan reaktivasi belum dimulai. Artinya, target per tahun menjadi lebih besar dari 35,1 km.
Sebenarnya, angka tersebut menurut kami realistis. Berkaca dari periode kepemimpinan gubernur sebelumnya, ada dua jalur KA yang berhasil direaktivasi, yakni jalur KA Cibatu-Garut sepanjang 19,3 km dan Cianjur-Cipatat sepanjang 28,3 km.
Namun, perlu diingat bahwa reaktivasi Cibatu-Garut berkolaborasi dengan KAI sebelum operasional LRT Jabodebek dan Whoosh dibebankan kepada BUMN tersebut. Reaktivasi jalur KA Cianjur-Cipatat juga dilakukan oleh Kementerian Perhubungan sebelum badai efisiensi melanda pemerintahan. Jadi, apakah masih realistis menargetkan reaktivasi lima jalur dalam lima tahun?
Menurut kami, tidak apa-apa kok jika hanya bisa menargetkan satu atau dua jalur KA saja dalam satu periode kepemimpinan, ketimbang menentukan target terlampau besar di awal lalu terbentur masalah anggaran dan berakhir menjadi wacana saja.
Jalur mana yang jadi prioritas?
Jalur KA Banjar-Pangandaran-Cijulang disebut-sebut akan menjadi jalur pertama yang akan direaktivasi. Jalur dengan panjang 82 kilometer tersebut memiliki empat terowongan dan beberapa jembatan panjang yang kemungkinan memerlukan perbaikan besar-besaran. Bukan tidak mungkin, proses reaktivasi jalur KA Banjar-Cijulang membutuhkan sebagian besar sumber daya (anggaran dan waktu) yang dialokasikan untuk reaktivasi, serta “mengorbankan” jalur nonaktif lain yang mengantre untuk direaktivasi.
Kami tidak menolak reaktivasi jalur KA Banjar-Pangandaran-Cijulang. Kami yakin keberadaan jalur tersebut mampu mendongkrak perekonomian di Pangandaran sebagai salah satu wisata unggulan di Jawa Barat. Jalur KA tersebut juga dapat mempermudah mobilitas warga di sepanjang jalurnya.
Akan tetapi, sebagai wargi Bandung, kami juga memikirkan mobilitas Bandung Raya. Ada warga Tanjungsari dan Mahasiswa Jatinangor yang harus terjebak macet di Cibiru tiap jam sibuk. Ada warga Banjaran dan Baleendah yang harus terjebak banjir serta macet di Bojongsoang dan Dayeuhkolot. Ada jalur transportasi massal yang menghubungkan Bandung ke Cianjur hingga Bogor, tetapi kini dibiarkan hancur pelan-pelan.
Dengan anggaran yang terbatas, sangat penting untuk mengerjakan proyek reaktivasi berdasarkan skala prioritas agar manfaatnya dapat dirasakan secara maksimal oleh masyarakat. Jika memang yang menjadi prioritas adalah Banjar-Cijulang, maka wargi Bandung tetap harus ikhlas menerimanya. Tinggal bagaimana pemerintah memberi solusi, apakah akan diberikan moda transportasi lainnya sebagai solusi sementara atau sekali lagi dibiarkan menerima harapan palsu.
Jangan ada ego sektoral
Pemerintah Provinsi Jawa Barat bukanlah satu-satunya pemangku kebijakan yang berwenang dalam reaktivasi jalur KA nonaktif. Seperti kita ketahui, Kementerian Perhubungan pun memiliki kewenangan yang sama, bahkan menurut undang-undang, badan usaha milik daerah dan pihak swasta pun diperbolehkan mengembangkan infrastruktur perkeretaapian dengan sumber dana yang sah secara hukum.
Jangan ada tarik-menarik atau tunjuk-menunjuk reaktivasi ini dikerjakan oleh siapa. Menurut kami, tidak perlu semua jalur dikerjakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, tidak mesti juga semua jalur diambil alih oleh Kementerian Perhubungan. Alih-alih demikian, sebaiknya bersinergi dengan membagi tanggung jawab, tentunya sesuai dengan kemampuan anggaran dan sumber daya masing-masing.
Kita semua berharap reaktivasi jalur KA di Jawa Barat ini bisa benar-benar terwujud—tidak menjadi drama ataupun wacana di awal periode jabatan. Karena sebaik-baik transportasi publik adalah yang benar-benar dibangun dan beroperasi.
Bagi Anda yang ingin mengetahui jalur kereta api yang berpotensi direaktivasi di Jawa Barat, Anda dapat mengunduh peta di https://transportforbandung.org/peta